Senin, 09 Mei 2016

Rinjani, Menelan Korban Lagi

Seorang pendaki perempuan asal Palembang, Sumatra Selatan, Ika (26 tahun) ditemukan meninggal dunia di Gunung Rinjani, Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat. Saat kejadian informasinya korban seperti ditarik tarik dari dalam air, begitu juga dengan rekan korban.
Kepala Pos Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), Sembalun, Kabupaten Lombok Timur Musataan saat di telpon dari Mataram (9/5), membenarkan tewasnya satu orang pendaki perempuan asal Palembang, Sumatra Selatan itu. Kata dia, korban ditemukan meninggal  dunia dalam posisi mengambang di lokasi pemandian Aik Kalak (Air Panas), tidak jauh dari Danau Segare Anak, Gunung Rinjani pada Senin (9/5) pukul 10.00 Wita.
” Sebelum meninggal Ika dilaporkan menghilang oleh salah satu rekan korban yang mendatangi Pos TNGR, Sembalun, sekitar Pukul 18.15 Wita, Ahad malam (8/5)” katanya.

Mustaan menjelaskan, berdasarkan laporan teman korban, Ika diketahui berendam di Air Panas (Aik Kalak) pada Ahad malam (8/5) sekitar Pukul 17.00, saat itu korban berendam bersama lima rekan korban yang juga perempuan. Namun saat kejadian informasinya korban seperti ditarik dari dalam air, begitu juga dengan rekan korban. Dari lima orang yang berendam, empat dapat  diselamatkan, sedangkan Ika sudah tenggelam dan tidak berhasil diselamatkan. “Sempat dicari tapi tidak ditemukan sama rekan korban”, ujarnya.
Mustaan mengebarkan begitu mendapat kabar tersebut, pihaknya langsung menghubungi Basarnas bersama kepolisian, TNI, TNGR, dan porter sedang dalam perjalanan menuju Danau Segare Anak, Gunung Rinjani untuk melakukan evakuasi terhadap jasad korban. “kalu udah berhasil di evakuasi, nanti tim akan membawa jenazah korban melalui jalur Senaru yang berada di Kabupaten Lombok Utara jelasnya.
Diperkirakan jasad korban baru bisa di evakuasi nanti malam dan diperkirakan akan sampai di Pos Senaru, Lombok Utara pada Selasa pagi (10/5). Mengingat lokasi Aik Kalak, Danau Segara Anak berada pada ketinggian 2.008 meter diatas permukaan laut (mdpl). Lebih lanjut, Mustaan mengungkapkan korban diketahui mendaki Gunung Rinjani sejak Jum’at Pagi (6/5) bersama 26 temannya. Namun, diakui Mustaan, korban bersama rekan-rekannya ternyata masuk mendaki ke Gunung Rinjani tidak teregistrasi di Pos TBGR Sembalun . “Setelah kita cek buku registrasi, ternyata tidak ada nama korban dan teman-temannya, kita menduga mereka masuk untuk mendaki Gunung Rinjani tidak resmi atau melalui jalur tikus” , ungkap Mustaan. Humas Basarnas NTB Putu Cakra Ningrat, membenarkan meninggalnya pendaki perempuan asal Palembang tersebut.



Sumber :
Informan : Mustaan, Senin, 9 Mei 2016 Via-Phone dari Mataram ( Kepala Pos Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), Sembalun, Kabupaten Lombok Timur).

Selasa, 26 April 2016

Begasingan, Permainan Tradisional Suku Sasak



Permainan gasing atau bergasingan adalah salah satu permainan tradisonal suku sasak. Dimana permainan gasing ini biasa di mainkan dari berbagai golongan mulai dari anak-anak, remaja dan orang dewasa. Permainan gasing ini biasanya di mainkan oleh kaum laki-laki karena permainan gasing ini adalah salah satu ajang untuk mengadu ketangkasan karena harus mengadalkan kekuatan tangan disamping mengandalkan kekuatan tangan juga mengandalkan pikiran yaitu memukul gasing lawan dengan tepat sasaran.
Begasingan ini berasal dari dua suku kata yaitu Gang dan Sing, dimana gang artinya lokasi lahan/lorong, dan sing artinya suara(1). Permainan ini biasanya dilaksanakan pada tempat atau lokasi yang kosong dimana saja bisa dilaksanakan. Permainan gasing ini adalah permainan yang tergolong cukup tua di masyarakat sasak. Seni permainan tradisonal ini mencerminkan nuansa kemasyarakatan yang tetap berpegang kepada petunjuk dan aturan ditempat permainan itu.
Cara permainan :
cara bermain gasing ini berbeda beda tergantung daerahnya, biasanya dilakukan secara berkelompok, kalo d daerah penulis di Desa Kotaraja Kec.Sikur Lombok Timur NTB permainanya secara berkelompok harus mengenai gasing lawan dan jika tidak mengenai gasing lawan dinyatakan kalah, selain mengenai gasing lawan pemain harus adu kekuatan laju putar gasing jika gasing kita dan gasing lawan masih ada perlawanan. Setiap daerah di Lombok Timur memiliki berbagai bentuk gasing umumnya gasing yang besar di namakan pemantok, khusus di pakai memukul, dan gasing yang kecil dinamakan pengorong atau pelepas, khusu untuk diputar atau dipasang untuk segera dipukul. Gasing ini berasal dari Desa Semaya, Kabupaten Lombok Timur(2).


Menurut penulis nilai-nilai yang terkandung dalam permainann gasing ini adalah :
1.      Nilai Sosial
Nilai soaial yang terkandung di dalam permainan gasing ini adalah rasa saling menghormati dan rasa kebersamaan yang cukup kuat dan utuh dalam melaksanakan suatu tujuan dan selalu menjunjung tinggi nilai-nilai leluhur yang menjadi kebanggaan jati diri di daerah tersebut. Selain rasa saling menghormati dan rasa keberasamaan ada nilai interaksi dan komunikasi di mana anggota kelompok berinteraksi dan berkomunikasi mengatur strategi untuk mengalahkan tim lawan.

2.      Nilai Seni
Kenapa penulis mengatakan ada nilai seni dalam permainan tradisonal begasing ini karena selain mengadu ketangkasan para pemain berlomba lomba untuk mendisain gasing dengan seunik mungkin, misalkan memberikan corak warna yang unik unik pada gasing untuk memberikan tampilan yang khas dari gasing para pemain itu sendiri. Biasanya para pemain mengggunakan cat kayu untuk memberi warna pada gasing.
3.      Nilai Pendidikan
Nilai pendidikan yang terkandung pada permainan gasing ini adalah nilai kejujuran, semangat yang tinggi dan jiwa pemenang. Dimana para pemin dituntut untuk berprilaku jujur dalam kompetisi dimana yang menang harus dinyatakan menang dan yang kalah harus dinyatakan kalah tidak boleh ada kecurangan antar pemain. Selain sikap jujur, pemain memiliki semangat yang tinggi dan memiliki jiwa pemenang karena setiap anggota berharep untuk menjadi pemenang dalam kopetisi ini.



Jadi, permainan gasing ini adalah salah satu permainan tradisional suku sasak yang harus di lestarikan. Meningat eksistensi permainan gasing ini di daerah penulis sudak mulai melemah kaerana kemjuan teknologi sehingga masyarakat terutama anak-anak dan remaja tidak terlalu resfect pada permainan tradisional ini karena sibuk dengan gadget atau game online.
Harapan penulis permainan tradisional begasingan ini harus dilestarikan dengan cara membuat kompetisi-kompetisi pada perayaan hari besar nasional seperti 17 Agustus atau hari hari besar keagamaan seperti maulid Nabi dan sebagainya untuk meingkatkan minat masyarakat dalam permainan tradisional ini.

Sumber :

Selasa, 12 April 2016

Corat Coret Pelulusan Tidak Memiliki Manfaat



Akhir akhir ini rame sekali di perbincangan di media soaial tentang aksi anak SMA coret coretan seragam usai UN, salah satunya kasus Sonya Ekarina Depari yang memaki maki polwan saat terjaring razia, Rabu (6/4/2016) Medan(1), dan kasus anak anak SMA Jawa Tengah yang merobek rok sambil corat coret usai Ujian Nasional (UN)(2) .
Apakah iya begini kelakuan generasi muda kita ? ironis sekali bukan..
 
Akhir akhir ini penulis sangat kaget melihat pemberitaan di media sosial mengenai ulah ulah anak SMA saat usai menjalankan UN ini, penulis sampai heran dan kebingungan apa sih manfaat dari corat coret ini ? membuang buang waktu dan mendatangkan malak petaka saja. Seperti kasus Sonya Ekarina Depari yang mengalami depresi berat akibat di bully oleh netizen di MedSos sampai sampai ayahnya meninggal dunia saking kagetnya(1). Dan banyak kasus lainnya seperti kecelakaan saat coret coretan.

Penulis juga pernah merasakan bagaimna rasanya ketika SMA, keinginan kita menggebu gebu saat ingin melakukan sesuatu hal yang asik, tetapi sumgguh coret coret pelulusan itu tidak memiliki manfaat sama sekali, bahkan tidak jarang coret corean itu mendatangkan musibah.

Dulu ketika SMA penulis ingat betul, penulis dan teman teman sangat ingin melakukan coret coretan, kita beranggapan bahwa coret coretan itu adalah moment terakhir bersama kawan kawan sebagai kenang-kenangan yang akan kita ingat sampai tua nanti dan yang akan kita ceritakan kepada anak kita nanti, ini anggapan penulisa beserta teman teman dulu pada saat SMA, bahkan penulis dan teman teman mengajukan coret coretan di halaman sekolah dan berjanji tidak akan kompoi di jalanan asalkan pihak sekolah memberikan izin coret coretan di sekolah, tetapi pihak sekolah tidak mengizinkan.
Sungguh kekana-kanakan penulis saat itu, akhirnya penulis dan teman teman pulang ke rumah masing-masing usai menjalkna UN. Pada saat dirumah ibu penulis mengajukan pertanyaan kepada penulis, beliau berkata “apa sih tujuan nak e untuk coret coretan ?” lalu penulis menjawab “untuk kenang-kenangan maq, ini kan moment terakhir bersama temen temen SMA yang bakalan kita inget samapi tua dan di ceitakan pada anak anak kita nanti” penulis berkata seperti ini sambil menangis, penulis inget betul lalu ibu penulis pun berkata sambil tersenyum
“ sumbangkan aja seragamnya biar lebih bermanfaat dan pahala nak e bakal ngalir terus, begitu bangganya anak nak e suatu saat nanti ketika ibunya tidak mengikuti aksi coret coretan yang tidak mendatangkan manfaat itu”. Nah pada saat itu penulis memutuskan untuk tidak mengikuti coret coretan dan menyumbangkan semua seragam penulis ke sekolah. 

Itu adalah pengalaman penulis pada saat SMA, pada saat itu banyak teman teman penuis yang akhirnya tidak mengikuti acara coret coretan dan banyak juga yang mengikuti. Dari pihak sekolah mereka yang mengikuti aksi coret-coretan ijazahnya di tahan dan di suruh mengeluarkan denda yang lumayan besar pada saat itu. Agar untuk generasi seterusnya d sekolah penulis aksi coret coretan itu tidak di laksanakan lagi.
Ini adalah pengalaman yang penulis rasakan ketika penulis SMA dan pemikiran penulis masih sangat kekanak-kanakan, semoga apa yng penulis ceritakan pada artikel penulis ini mendatangkan manfaat dan dapat menginspirasi untuk remaja remaja bahwa coret coretan itu sungguh tidak mndatangkan manfaat, sumbangkan saja seragam kalian agar lebih bermanfaat..
yang terpenting adalah moralitas generasi penerus bangsa agar tetap menjaga diri sendiri, memfilter pergaulan yang tidak baik yang dapat merusak generasi penerus bangsa
Sumber :

Selasa, 05 April 2016

Ekstrakulikuler Gendang Bleq di salah satu Sekolah Dasar (SD) di Lombok



Pulau Lombok tidak hanya memiliki pulau yang indah, tetapi juga keragaman dan kebudayaan. Berbagai ragam budaya dapat di temui di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Salah satunya gendang beleq, alat musik kebanggaan masyarakat suku Sasak ini dimainkan dengan cara di tabuh dan di mainkan secara berkelompok.
Gendang beleq yang terdiri dari dua kata yang merupakan pengabungan bahasa Indonesia dan Sasak. Beleq dari bahas sasak yang artinya besar sedangkan gendang hanya penambahan karena bentuknya yang menyerupai gendang pada umumnya yang ada di Indonesia . Gendang beleq biasa di mainkan dengan alat musik lainnya seperti pencek, oncer dan seruling.
pada awalnya, gendang beleq hanyalah alat musik yang mengiri prajurit saat akan berjuang ke medan perang. Suara yang dihasilkan di percayai membuat prajurit lebih berani untuk berkorban membela kerajaan. Tapi seiring berjalannya waktu, gendang beleq digunakan sebagai hiburan yang dipertunjukan pada acara kebudayaan, kesenian, atau perayaan pernikahan adat.
Masyarakat suku saat sangat menggemari gendang beleq dan selalu dilesatrikan dan di gunakan sebagai hiburan, bahkan di setiap Desa di Lombok memiliki Komunitas gendang beleq. sampai pelestarian gendang beleq ini di jadikan sebagai ekstrakulikuler di salah satu SD di Lombok Timur yaitu SDN 2 Jurit Kec.Pringgasela Lombok Timur NTB.

Para siswa SDN 2 Jurit sangat antusias dalam belajar memainkan gendang beleq. Gendang beleq di mainkan oleh murid laki-laki dan Tarian sasak di pelajari oleh murid perempuan, ini salah satu upaya sekolah untuk mengajarkan mencintai dan melestarikan kebudayaan lokal di sekolah. Karena mengingat kurangnya minat anak anak atau remaja dalam melestarikan budaya lokal yang salah satu pengaruhnya adalah kemajuan teknologi, sehingga mereka tidak memiliki banyak waktu untuk belajar atau mengenal alat musik tradisional seperti  gendang beleq ini.
Harapan penulis, ekstrakulikuler gendang beleq ini tidak hanya sebagai insiatif dari salah satu sekolah untuk melestarikan kebudayaan lokal tetapi dapat di kembangkan oleh Sekolah-sekolah  lain di Lombok khususnya di Lombok Timur sebagai bentuk pendidikan yang mengmbangkan kearifan budaya lokal. Ekstrakulikuler gendang beleq ini tidak akan terlaksana jika tidak ada kebijakan dari pemerintah daerah untuk mengembangkan ekstrakulikuler ini  sebagai pendidikan non formal di sekolah seperti “pramuka” yang menjadi pendidikan penumbuhan karakter di sekolah. Harapannya ekstrakulikuler gendang beleq ini dijadikan sebagai ekstrakulikuler yang mengajarkan siswa untuk mencintai dan mengembangkan kearifaan budaya lokal di sekolah. J

Terimakasih semoga bermanfaat J
mohon kritik dan saran